Masih Adakah Sportivitas dalam Olahraga, Catatan PON XX 2021 Papua

By MS LEMPOW 19 Okt 2021, 21:38:03 WIB Olahraga
Masih Adakah Sportivitas dalam Olahraga, Catatan PON XX 2021 Papua

Keterangan Gambar : Sukendro: Tim Evaluasi Pusat PON XX dan PEPARNAS XVI 2021 Papua


Mediajambi.com - PON XX 2021 Papua sudah berakhir yang langsung ditutup oleh bapak wakil presiden Indonesia, tentu kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pasti terjadi.

Kalau kita lihat kilas balik Pekan olahraga Nasional Pertama sekali  di gelar di kota Solo tahun 1948, Penyelenggaraan PON pertama itu merupakan hasil konferensi yang diselenggarakan oleh persatuan olahraga Republik Indonesi (PORI) di Solo 2-3 Mei 1948 diikiuti oleh  Keresidenan di Jawa, belum melibatkan provinsi-provinsi di Indonesia, sebanyak 600 atlet dari 13 kota Keresidenan dengan memperebutkan 108 medali 9 cabor, adapun peserta PON pada saat itu adalah: Banyumas, Yogyakarta, Kediri, Madiun, Magelang, Malang, Pati, Priangan, Semarang, Surabaya, dan tuan rumah Solo, meskipun situasi politik di Indonesia belum stabil namun semangat PON pada saat itu adalah bagaimana Presiden Soekarno memperlihatkan Indonesia masih ada di kancah dunia, persatuan dan kesatuan bangsa itu semangat yang diperlihatkan pada saat itu.

PON selanjutnya tentu berganti dengan tujuan dan sasaran sesuai dengan perkembangan zaman, seperti PON prestasi yang diusung dimasa reformasi. PON Papua sudah berakhir dengan kemegahan stadion dan gedung olahraga yang terbaik di Asia tenggara menghabiskan triliunan rupiah,   namun setelah itu bagaimana dengan perawatan dan pembinaan atlet yang ada di Papua, kita dapat berkaca PON yang diselenggarakan di SUMSEL, KALTIM, RIAU banyak sarana dan prasarana  yang mangkrak dan tidak terurus, setelah perhelatan akbar PON berlangsung. 

Baca Lainnya :

Ada beberapa catatan yang dapat dijadikan diskusi kita untuk pelaksanaan PON yang akan datang, terutama dalam penyelenggaran pentandingan. Dibutuhkan memang seorang malaikat atau pun robot sebagai juri hakim yang bersifat netral dan tidak takut dengan tekanan dari berbagai pihak, bagaimana tidak seorang atlet yang terang-terangan hanya di posisi ke lima bisa berubah menjadi peringkat satu atau meraih medali emas, dikarenakan desakan, paksaan dan intimidasi sehingga wasit juri dan technical delegate tidak bisa berbuat banyak. Sungguh ironis hal seperti ini yang dapat mematikan semangat dan mental atlet yang sudah berpuluh tahun berlatih untuk impiannya meraih medali di PON namun dikalahkan dalam hitungan menit dengan atlet yang baru berlatih beberapa bulan hanya dengan modal ancaman, belum lagi beberapa CABOR sudah mengkapling medali dan medali pesanan, sehingga sebelum bertanding sudah mengetahui siapa pemenangnya, di mana letak jiwa patriot olahraga dan sportivitasnya yang hanya sebagai slogan dalam pertandingan. 

Bonus merupakan salah satu ambisi yang kebablasan sehingga jual beli medali dihalalkan dengan berbagai cara, diharapkan PON akan datang perlu diatur dalam jumlah pemberian bonus kepada atlet agar tidak terjadi ketimpangan antara daerah satu dengan daerah lainnya. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau cabang olahraga yang bersifat penilaian itu sudah jatahnya tuan rumah, oleh sebab itu seperti perlu untuk wasit juri ataupun hakim yang didatangkan dari luar negeri untuk sikap netralitas dalam penilaian, atau bila perlu wasit juri yang punya hati malaikat yang tidak peduli dengan tekanan dan titipan untuk sang juara. Kapan lagi kita dapat menggelorakan jiwa sportivitas dalam olahraga kalau tidak mulai dari sekarang, Nilai dan tujuan olahraga sebenarnya ternodai dengan jiwa yang tidak fair play. Mari kedepan kita bangun jiwa sportivitas yang tinggi agar bangsa ini tetap menjadi bangsa yang besar. PON bukan tujuan akhiir tapi Sea Games, Asian Games dan olympiade adalah sasaran yang tertinggi, kalau dalam acuan untuk memilih atlet nasional berdasarkan PON maka kehancuran olahraga Nasional akan kita rasakan.

Banyak yang harus dibahas dan didiskusikan dalam PON Papua XX, tentang sarana dan prasarana. Yang paling penting adalah pemanfaatan sarana dan prasarana pasca PON, pelayanan kesehatan, akomodasi, konsumsi, pemberdayaan masyarakat, dan yang paling penting adalah kenyamanan bertanding yang didukung keamanan yang kuat.

Kita mestinya banyak belajar dengan Jawa Barat walaupun tidak menjadi tuan rumah tapi masih bisa menjadi juara umum ini sebagai gambaran bahwa pembinaan di Jawa Barat tetap konsisten dan berkesinambungan, berbeda dengan daerah lain setelah tidak menjadi tuan rumah melorot dalam perolehan medali, apakah Papua mampu mempertahankan 89 medali emas di aceh dan sumut 2024? kita tunggu saja nanti. 

Berikut gambaran daerah / provinsi menjadi tuan rumah PON dengan perolehan medali dan peringkat serta posisi PON berikutnya setelah tidak menjadi tuan rumah. 

PON Sumsel 2004.  Sumsel: 30 emas peringkat 5 

PON Kaltim   2008. Sumsel: 12 emas peringkat 14. Kaltim: 116 emas peringkat 3

PON Riau       2012. Riau     : 43 emas peringkat 6  . Kaltim: 44   emas peringkat 5

PON Jabar      2016. Riau     : 18 emas peringkat 7  . Jabar  : 133 emas peringkat 1

PON Papua    2021. Jabar    : 130 emas peringkat 1. Papua : 89 emas peringkat 4

PON aceh dan sumut 2024 Papua berapa emas dan peringkat berapa?

Kita mesti banyak belajar dari Papua dalam pembinaan atletnya di ajang Pekan Olahraga Nasional, kalau kita ikuti 4 PON sebelumnya,  2004 PON  Sumsel, Papua meraih 23 emas peringkat 7, 2008 PON Kaltim, Papua meraih 14 emas peringkat 11, 2012 PON Riau, Papua meraih 9 emas peringkat 15, 2016 PON Jabar, Papua meraih 17 emas peringkat 8, dan 2021 PON Papua, Papua meraih 89 emas peringkat 4. Sebuah peningkatan yang luar biasa dalam kurun waktu 4 tahun bisa meningkatkan medali emas dari 17 menjadi 89 emas, 72 emas lonjakan yang sangat signifikan lebih dari 500% peningkatannya.

Apakah ini murni pembinaan daerah Papua “ Wallahu a’lam bishawab”. Mari untuk PON akan datang di Aceh dan Sumut kita sama sama menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas olahraga jangan hanya sebagai slogan dan ucapan saja, kalau boleh saya mengutip ucapan dari seorang Profesor olahraga Bapak Prof. Dr. Syahrial Bakhtiar. M.Pd beliau merupakan ketua ISORI pusat, mengatakan sebaiknya apabila salah satu cabang olahraga membuat keonaran ataupun kegaduhan dalam PON yang sedang berlangsung sebaiknya diberikan hukuman daerah dan cabang olahraga tersebut tidak diikutkan pada PON yang akan datang, tentu ini merupakan tindakan yang sangat tegas apabila diterapkan oleh KONI Pusat, kita bisa mencontoh dan meniru apa yang telah diterapkan oleh Badan Anti Doping Dunia (WADA), Dimana bendera merah putih tidak bisa dikibarkan pada ajang piala Thomas di Denmark dikarenakan hanya sebatas kelalaian keterlambatan mengirim 700 sampel dari rencana tes doping, namun baru 72 capaian maksimum tes doping di kuarter pertama, Indonesia sudah kena sangsi bukan hanya di cabor bulutangkis tapi disemua cabor bahkan terancam beberapa event olahraga Indonesia sebagai tuan rumah akan dibatalkan, pada hal ini merupakan harapan dan cita-cita anak bangsa bagaimana untuk dapat mengibarkan merah putih di Negara orang. 

Semoga ini menjadi pelajaran untuk kita semua, PON sudah 20 kali dilaksanakan sudah 73 tahun lamanya semestinya sudah semakin dewasa diberbagai bidang bukan menjadi ajang politik, keserakahan, dan pemaksaan kehendak karena itu semua berdampak kepada pembinaan atlet yang sebenarnya. Mari kita bangun  semangat jiwa patriot olahraga melalui nilai-nilai Olympism dalam olahraga Indonesia. Salam Olahraga!!!! Jaya………!!!




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment