- Pacu Inklusi Keuangan Dukung Asta Cita, OJK Luncurkan Indeks Akses Keuangan Daerah (IKAD)
- Gubernur Al Haris: PLTA Kerinci Segera Beroperasi, Tunggu Peresmian dari Presiden
- Gubernur Al Haris: Pemprov dan Pemkab Bersinergi Benahi Sistem Pertanian Agar Hasil Meningkat
- Pertisun Perdana di Kerinci, Gubernur Al Haris Bawa Pejabat Turun Langsung ke Dusun Serap Aspirasi Warga
- Gubernur Al Haris: Pertisun Bertujuan Agar Kita Mengetahui Kondisi Masyarakat Yang Sebenarnya
- Hadapi Tantangan Ekonomi dan Industri XL Axiata Berhasil Lalui Kuartal Pertama 2025 dengan Pencapaian Kinerja Positif
- DPRD dan YLKI Desak Revisi Perwal 61/2018, Soroti Beban Biaya Kantong Plastik pada Konsumen
- Wakil Walikota Jambi Jadi Narasumber Seminar Nasional Ekonomi Digital di Universitas Jambi
- Semarak O2SN dan FLS3N 2025 Kota Jambi : Wujudkan Generasi Berprestasi dan Berkarakter
- Pererat Silaturahmi dan Sinergitas, Kasat Lantas Polresta AKP Hadi Siswanto Kunjungi Kantor Jasa Raharja Jambi
Gercep Jambi Meredam Inflasi

Keterangan Gambar : Muhammad Ridwansyah (Ekonom Universitas Jambi/Ketua Pusat Unggulan Ipteks Perencanaan Bisnis dan Investasi Agroindustri dan Lingkungan, Universitas Jambi)
Mediajambi.com - Perkembangan Inflasi Provinsi Jambi pada
triwulan I tahun 2024 mulai merangkak naik sejak Januari sampai dengan
Maret.
Pada bulan Januari inflasi tercatat sebesar 2,99 persen (yoy), bulan Februari (3,19
persen) dan bulan Maret sudah mendekati 4 persen. Pada April 2024 inflasi year
on year mencapai 3,93 persen dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,82. Inflasi
tertinggi terjadi di Kabupaten Kerinci sebesar
6,09 persen dengan IHK sebesar
108,78.
Potensi terjadinya peningkatan inflasi pada tahun 2024 ini
perlu diantisipasi secara cepat. Apalagi awal musim kemarau tahun ini terjadi
pada bulan Mei hingga Agustus 2024. Kondisi ini akan mempengaruhi pasokan
bahan pangan penyumbang
inflasi antara lain: beras, cabai merah dan bawang merah.
Bahan-bahan ini memiliki peran krusial dalam menyediakan makanan bagi
masyarakat sehingga perubahan
harga komoditas ini,
dapat secara langsung mempengaruhi indeks harga konsumen (IHK) dan
mengakibatkan inflasi.
Gercep” (gerak cepat) yang
terukur dalam upaya
meredam inflasi sangat diperlukan. Hal ini mengingat
ketidakstabilan inflasi baik
dalam bentuk fluktuatif
yang tinggi atau tidak terduga dapat
menimbulkan masalah–masalah ekonomi
seperti ketidakpastian ekonomi, menurunnya tabungan dan investasi,
penurunan daya saing ekspor, bahkan meningkatkan angka kemiskinan.
Artkel ini berupaya untuk
membahas: apa saja
langkah-langkah yang sudah dilakukan agar tingkat inflasi
terkendali? Fokus apa
saja yang perlu
diperhatikan agar inflasi di
Provinsi Jambi tetap stabil pada tingkat yang rendah?
Siklus inflasi
Menyimak siklus lima tahun terakhir, tingkat inflasi
Provinsi Jambi sangat berfluktuatif dan sulit diprediksi. Pada triwuan I sampai
dengan III-2018, inflasi Provinsi Jambi di atas rata-rata nasional, demikian
pula pada triwulan IV tahun 2020 hingga triwulan II tahun 2021. Selanjutnya
inflasi meningkat tajam pada triwulan II hingga IV tahun 2022. (lihat grafik)
Pada bulan Juni 2022,
Provinsi Jambi mencatatkan
inflasi tertinggi se-Indonesia, yang mencapai angka
mencengangkan, 8,55 persen. Namun Pada bulan Juni 2023, Provinsi Jambi menjadi
provinsi dengan inflasi terendah secara nasional dengan angka 1,96%.
Dalam pendekatan ekonomi, yang terpenting bukanlah
tinggi dan rendah
suatu keadaan, melainkan keseimbangan indikator ekonomi dalam jangka
panjang yang ditandai dengan kurva yang merata. Ini
akan menciptakan ekspektasi
positif bagi produsen, pedagang maupun kepada konsumen.
Pengalaman meredam
inflasi
Gubernur Jambi, H. Al Haris
secara langsung memimpin
serangkaian rapat koordinasi
dalam rangka menstabilkan harga
dan memastikan ketersediaan pangan
di seluruh Provinsi Jambi. Sehngga, berhasil menciptakan
sinergi antar lembaga
terkait, termasuk BI, OJK, BPS dan OPD terkait yang berperan penting
dalam distribusi pangan.
Pendekatan yang proaktif
dan kolaboratif memberikan
keyakinan kepada masyarakat bahwa
pemerintah daerah serius dalam menjaga kestabilan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat. Tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, Gubernur Jambi juga
menggarisbawahi pentingnya menjaga
pasokan pangan yang
aman dan berkualitas, terutama bagi masyarakat yang
paling membutuhkan.
Sembilan langkah starategis yang diambil, antara lain: (1)
Penguatan koordinasi, TPID Provinsi Jambi dan Kab/Kota, serta dialog antara
Gubernur Jambi dengan distributor bahan pangan strategis; (2) Penguatan
Data/Informasi; (3) Operasi Pasar, gerakan pasar murah dan subsidi harga; (4)
Memantau tata niaga komoditi penyumbang inflasi mulai pola tanam sampai
distribusi; (5) Mengalokasikan anggaran program/kegiatan OPD yang mendukung
pengendalian inflasi; (6) Memanfaatkan penggunaan tekhnologi informasi dalam
meningkatkan produktivitas pertanian; (7) Meningkatkan sinergi dengan BI dan
BULOG dalam intervensi pasar; (8) Meningkatkan inovasi daerah untuk
meningkatkan produktivitas pertanian; (9) Mendorong penggunaan CSR untuk membantu
pengendalian inflasi khususnya penguatan infrastruktur dan rantai pasok.
Fokus perhatian.
Bank Indonesia (2023) mencatat bahwa
penyumbang inflasi di
Provinsi Jambi adanya kelompok
“volatile food”, yakni komoditas bahan pangan dan pertanian antara lain: cabai
merah, beras, minyak goreng, bawang merah,
tomat, daging ayam
ras dan daging sapi. Bahan-bahan
ini memiliki peran krusial dalam menyediakan makanan bagi masyarakat sehingga
perubahan harga komoditas ini, dapat secara langsung mempengaruhi indeks harga
konsumen (IHK) dan mengakibatkan inflasi.
Penyumbang terbesar inflasi di Provinsi Jambi
adalah Beras (57
– 65 persen). Bulog mengatakan pendistribusian
beras di Kota Jambi diperkirakan rata-rata
70 ton per hari dari Januari-Desember 2024. Dengan
ketersediaan beras ini diharapkan dapat menjaga kestabilan harga.
Fokus kebijakan diarahkan pada upaya
penurunan tingkat infasi
di Kabupaten Kerinci sehingga
akan menurunkan tingkat inflasi gabungan di Provinsi Jambi secara signifikan. Kabupaten Kerinci
mengalami paradok ekonomi mengingat
kabupaten ini merupakan sentra
produksi kelompok “volatile food” seperti beras dan cabai merah, kenyataannya
pada triwulan II 2024 kabupaten ini justru mengalami inflasi tertinggi (6,09
persen).
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ningsih, I. W.,
Wahyuni, I., & Malik, A. (2020) menyimpulkan seharusnya
pasar produk holtikultura terutamanya
cabai untuk Provinsi Jambi,
sebetulnya mampu dipenuhi oleh produksi dari Kabupaten Kerinci. Namun, pada
kenyataannya, target pasar rantai pasok produk hultikultura dalam hal ini cabai
justru di bawa ke Sumbar dan Riau. Pada sisi yang lain, jalur transportasi dari
Kerinci ke Kota Jambi merupakan jalur yang sering terhambat oleh angkutan
batu bara, sehingga menimbulkan ekstra biaya pagi
pedagang cabai.
Pemerintah
daerah Provinsi Jambi
perlu mengupayakan koordinasi
dalam rantai nilai (value chain)
komoditas cabai agar menyediakan insentif yang
lebih besar kepada mereka yang terlibat, mulai dari
petani, pedagang hingga konsumen akhir. Ini berdampak kepada meningkatnya motivasi petani
cabai dalam melakukan
produksi secara terus menerus.
Mengatasi masalah
distribusi, berkaitan dengan
rantai pasokan yang
dapat berdampak pada harga optimal karena terjadi pasokan yang stabil.
Pemerintah juga harus memastikan ongkos transportasi agar tidak mengalami
kenaikan yang tinggi.
Perhatian
ekstra harus diberikan
ke pasar tradisional. Menurut
Gabungan Perusahaan Makanan dan
Minuman, 85-90 persen
warga masih menggantungkan pada pasar tradisional untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sisanya
berbelanja di pasar modern. Jika pasokan dan harga di
pasar tradisional bisa dijaga, harga pangan akan stabil.
Spekulasi harga dari
beberapa pengumpul dan
pedagang, pembeli akan
tetap mencari barang yang dibutuhkan meski harganya naik secara tak wajar. Inilah
salah satu yang perlu diawasi
oleh pemerintah, beberapa pasar bahkan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi
(HET) khususnya bahan pangan. Ini
akan membuat inflasi
terkendali dan daya beli warga terjaga. Operasi pasar tetap
perlu dilakukan untuk memastikan harga tetap stabil atau bergerak dalam rentang
yang wajar di pasaran.(***)