- Peralihan Pengaturan dan Pengawasan Derivatif Keuangan dengan Aset yang Mendasari Berupa Efek dari Bappebti ke OJK
- Gubernur Al Haris Kukuhkan 278 Siswa Baru Angkatan XXXII SMAN Titian Teras H Abdurrahman Sayoeti
- Gubernur Al Haris: Lomba Cerdas Cermat Sarana Edukasi Pembentukan Karakter Generasi Penerus
- Doa Bersama di Masjid At-Taqwa Warnai Peringatan HUT ke - 80 TNI di Korem 042/Gapu
- Wabup Katamso Hadiri Peringatan PRB di Mojokerto
- Wawako Diza Tekankan Pentingnya Peran Baznas : Memberikan Kontribusi Nyata Bagi Penguatan Kesejahteraan Masyarakat
- Komitmen Turunkan Angka Pengangguran Terbuka, Walikota Jambi Sambangi Ditjen Binalavotas Kemnaker
- Sebanyak 15 Petarung Jambi Siap Berlaga di PON Kudus Jawa Tengah
- 80 Atlit Jambi dari 8 Cabor Siap Persembahan Medali di PON Kudus Jawa Tengah
- Gubernur Al Haris Terima Kunker Panja Migas Komisi XII DPR RI
Menelusuri Dampak Kenaikan PPN pada Kesejahteraan Masyarakat

Keterangan Gambar : Dr. Soesi Idayanti S.H.,M.H Dosen Fakultas Hukum UPS Tegal
Mediajambi.com - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Pajak PPN ini dikenakan pada barang dan jasa yang diproduksi atau diperdagangkan, pada hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi.
Meskipun PPN
dianggap sebagai pajak yang relative mudah dipungut dan efisien, selain itu PPN
lebih sulit untuk dihindari oleh wajib pajak dibandingkan dengan pajak lain.
Hal ini dikarenakan PPN dipungut disetiap transaksi yang melibatkan barang atau
jasa yang dikenakan pajak, dan pengusaha biasanya memiliki kewajiban untuk
melaporkan dan menyetorkan pajak ini secara teratur.
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menetapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 % menjadi 12 % akan tetap diberlakukan pada tanggal 1 januari 2025. Meskipun menuai penolakan. Menurut Prabowo kebijakan PPn 12 % adalah amanat UU no 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sehingga pemerintah akan tetap malaksanakannya.
Penyesuaian tarif PPN 12 % akan berlaku selektif, hanya untuk
barang mewah seperti mobil, hunian mewah, barang yang bukan barang kebutuhan
pokok, barang yang dikonsumsi oleh Masyarakat tertentu, barang yang umumnya
ikonsumsi oleh masyarakat yang berepenghasilan tinggi dan barang yang dikonsumsi
untuk menunjukkan status.
Tujuan kenaikan PPN ini adalah guna mengoptimalisasi penerimaan negara, dengan mewujudkan system perpajakan dan kepastian hukum. Kenaikan rasio pajak tersebut merupakan keinginan pemerintah agar dapat mengatur belanja negara di APBN lebih mempunyai keleluasaan melakukan redistribusi pajak untuk pembangunan dan mesejahterakan rakyat.
Kebijakan tersebut memang menimbulkan pro dan kontra, untuk mereka yang kontra
tentunya akan melihat kebijakan tersebut dinilai memberikan beban terhadap
wajib pajak hingga menurunkkan daya beli. Sementara bagi yang Pro menilai
kebijakan tersebut mampu meningkatkan rasio penerimaan pajak, karena hasil dari
kebijakan penyesuaian tarif PPN ini nantinya akan kembali kepada rakyat dalam
berbagai bentuk pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan
Hubungan Masyarakat, DJP Dwi Astuti ; manfaat lain yang diberikan Pemerintah
secara langsung dari pajak tersebut adalah untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT),
Program Keluarha Harapan (PKH), Kartu Sembako Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu
Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Manfaat lainnya berupa subsidi Listrik, subsidi
LPG 3 Kilo, Subsidi BBM dan Subsidi Pupuk. Manfaat tidak langsung yang akan
juga dirasakan oleh Masyarakat adalah penyediaan barang public (public goods)
dan layanan public (public service) oleh Pemerintah.
PPN yang selama ini dikenakan pada masyarakat sudah menimbulkan beban lebih berat bagi masyarakat berpenghasilan rendah, karena tarif yang sama dikenakan pada semua konsumen tanpa memperhatikan kemampuan ekonomi mereka. Kenaikan tarif PPN menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat, karena biasanya berujung pada peningkatan harga barang dan jasa. Barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dikenakan PPN, seperti sembako, bahan bakar, atau transpotasi kemungkinan besar akan menjadi lebih mahal.
Hal ini akan mengurangi daya beli masyarakat,
khususnya mereka yang berpenghasilan rendah karena. Pemerintah hendaknya dapat
menerapkan kebijakan pengecualian atau tarif lebih rendah untuk barang
kebutuhan pokok, seperti makanan, obat-obatan dan bahan dasar lainnya sehingga
akan meringankan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menciptakan distribusi
kekayaan yang lebih merata dan mendorong peningkatan kesejahteraan sosial
masyarakat yang lebih luas.
Untuk meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat, penting bagi Pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang
meringankan beban pajak bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu. Dengan
kebijakan yang tepat, PPN dapat menjadi instrument pajak yang efektif namun
lebih adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Selain itu pendapatan yang
diperoleh dari PPN sebaiknya dialokasikan untuk program-program sosial yang
dapat mengurangi ketimpangan dn meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
Oleh karena itu penting bagi Pemerintah
untuk mempertimbangkan berbagai aspek dan mengimplementasikan kebijakan yang
memitigasi dampak negative tersebut agar kenaikan PPN dapat memberikan manfaat
yang optimal bagi seluruh lapisan Masyarakat.(***)