- Warga Digemparkan Temukan Mayat Sejoli di Dalam Mobil Terparkir di Tempat Perbelanjaan Trona Ekspres
- Pastikan Seleksi PPPK Berjalan Lancar, Wawako Diza Pantau Langsung dan Apresiasi Peserta
- Dandim Pungky Beri Pembekalan dan Motivasi untuk Satgas Yonif 142/KJ Jelang Tugas di Papua
- Pungli Menggurita di Kota Jambi, Djokas Siburian Anggota DPRD kota Jambi Akan Tempuh Jalur Hukum: Saya Siap Buat Laporan Resmi
- Danrem 042/Gapu Hadiri Pelantikan Ketua dan Pengurus PPAD Provinsi Jambi Masa Bakti 2025 –2029
- Diskominfo Kota Jambi Perkuat Transformasi Digital Lewat Forum KomDigi APEKSI 2025
- Diam-Diam Eks Lokalisasi Payo Sigadung Masih Beroperasi, 17 PSK Terjaring Razia Pekat saat Nunggu Tamu
- Walikota Jambi Hadiri Munas APEKSI VII di Surabaya, Perkuat Sinergi Antar Pemerintah Kota Photo Author
- Tujuh Belas Orang Perempuan Diamankan Saat Ops Pekat 2025 di Payo Sigadung (Pucuk)
- Kapolda Jambi Bersama Ketua Bhayangkari Melakukan Kunker Ke Polres Tanjabbarat
Pentingnya Berbicara Dengan Substansi Bukan Dengan Retorika Kosong

Keterangan Gambar : Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP, Tenaga Ahli Gubernur Bidang Sumber Daya Manusia
Mediajambi.com - Kalimat Praat als een kip zonder kop yang
sering diucapkan oleh Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A., seorang ahli hukum
senior Indonesia, memiliki arti yang dalam dan relevan dalam dunia hukum dan
politik.
Praat als een kip zonder kop berasal dari bahasa Belanda.
Artinya: berbicara seperti ayam tanpa kepala. Yakni berbicara dengan tidak ada
isinya sama sekali. Omongan yang tidak konek, omongan tak bermakna yang tidak
membawa manfaat apa pun.
Prof. Sahetapy sering menggunakan ungkapan ini dalam konteks
hukum dan politik untuk menggambarkan betapa pentingnya memiliki argumen yang
kuat dan relevan dalam setiap diskusi. Sebagai seorang akademisi yang
dihormati, Prof. Sahetapy selalu menekankan pentingnya berpikir kritis dan
mendalam sebelum mengeluarkan pernyataan publik. Ia percaya bahwa setiap kata
yang diucapkan harus didasari oleh pemahaman yang mendalam dan bukti yang kuat.
Dalam banyak kesempatan, ia mengingatkan murid-murid dan rekan-rekannya untuk
tidak terjebak dalam retorika kosong yang hanya bertujuan untuk mengesankan
orang lain tanpa memberikan kontribusi nyata.
Dalam perjalanan kariernya, Prof. Sahetapy tidak hanya
mengajarkan pentingnya substansi dalam berbicara, tetapi juga memberikan
teladan dengan cara berkomunikasi yang penuh perhatian dan integritas. Ia
dikenal sebagai sosok yang mendengarkan dengan seksama sebelum memberikan
tanggapan. Hal ini membuat banyak orang merasa dihargai dan diperhatikan saat
berdiskusi dengannya.
Di berbagai seminar dan lokakarya, Prof. Sahetapy sering mengajak
peserta untuk berlatih berargumen secara konstruktif. Ia mendorong mereka untuk
menyusun pemikiran yang logis dan mendukungnya dengan data yang relevan. Dengan
cara ini, ia berharap agar generasi muda dapat belajar untuk berbicara dengan
jelas dan berdaya guna, serta tidak terjebak dalam pembicaraan yang dangkal.
Prof. Sahetapy juga sering menekankan pentingnya konteks
dalam berkomunikasi. Ia mengingatkan bahwa tidak semua argumen atau pernyataan
berlaku secara universal, penting untuk memahami audiens dan situasi sebelum
menyampaikan pendapat. Dalam hal ini, ia mendorong para mahasiswa dan
profesional untuk melakukan riset dan mempersiapkan diri dengan baik sebelum
berbicara.
Prinsip ini menjadi sangat relevan dalam konteks politik,
khususnya dalam pilkada. Jika istilah praat als een kip zonder kop dikaitkan
dengan pengamat, timses, tim hore dan pendukung salah satu paslon, hal ini bisa
mencerminkan bagaimana komunikasi politik sering kali dipenuhi dengan retorika
yang tidak substansial. Pengamat, timses, tim hore dan pendukung kadang-kadang
terjebak dalam perdebatan yang lebih banyak berbicara tanpa dasar yang kuat
atau tanpa membahas isu-isu yang nyata dan relevan.
Pengamat yang “professional” bukan pengamat rasa timses,
diharapkan mampu memberikan analisis yang mendalam dan objektif mengenai calon
dan program yang ditawarkan. Mereka harus mampu memisahkan fakta dari opini dan
tidak terjebak dalam narasi yang menguntungkan satu pihak. Mereka perlu
menghindari pembicaraan yang dangkal dan sebaliknya, mendorong diskusi yang
berbasis pada fakta, data, dan argumen yang kuat. Dengan melakukan hal ini,
mereka tidak hanya membantu publik untuk lebih memahami pilihan yang ada,
tetapi juga berkontribusi pada proses demokrasi yang sehat.
Dalam konteks pilkada, penting bagi pendukung calon untuk
tidak hanya menjadi "loud voices" yang mempromosikan calon mereka,
tetapi juga menjadi agen diskusi yang konstruktif. Mereka harus mampu
mendengarkan kritik dan masukan dengan terbuka, serta menjawab dengan argumen
yang berbasis pada fakta. Dengan cara ini, mereka tidak hanya mempertahankan
dukungan, tetapi juga berkontribusi pada dialog yang lebih sehat dan informatif
di masyarakat.
Namun, beberapa pendukung mungkin lebih fokus pada menyerang
calon lawan atau memperbesar prestasi calon mereka sendiri tanpa memberikan
argumentasi yang solid. Ini dapat menciptakan suasana diskusi yang tidak
produktif, di mana semua orang berbicara, tetapi tidak ada yang benar-benar
mendengarkan atau memahami inti masalah. Dalam situasi seperti ini, pemilih
bisa merasa kebingungan atau kehilangan arah dalam memilih calon yang
benar-benar layak.
Oleh karena itu, selain menjaga objektivitas, penting juga
bagi pengamat dan pendukung untuk mengingat tujuan utama dari debat dan diskusi
politik. Ketika debat dan diskusi berlangsung, baik pendukung maupun pengamat
harus selalu mengingat bahwa tujuan akhir adalah untuk mendorong perubahan
positif dan memastikan bahwa suara masyarakat didengar. Oleh karena itu,
menghindari pembicaraan "seperti ayam tanpa kepala" menjadi sangat
penting. Mereka harus fokus pada isu-isu yang benar-benar relevan, seperti
kebijakan publik, transparansi, dan akuntabilitas calon, sehingga pemilih dapat
membuat pilihan yang berinformasi dan bijaksana.
Dengan demikian, komunikasi yang bermakna dan substansial
adalah kunci untuk mendorong dialog yang konstruktif dalam arena politik,
dimana setiap individu, baik sebagai pengamat, timses,tim hore maupun
pendukung, memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi dengan jelas
dan berdasarkan fakta. Menghindari pembicaraan yang kosong dan fokus pada
isu-isu yang relevan tidak hanya meningkatkan kualitas diskusi publik, tetapi
juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Dalam dunia
yang sering dipenuhi dengan retorika yang tidak substansial, komitmen terhadap
integritas dan substansi akan memastikan bahwa suara masyarakat tidak hanya
didengar, tetapi juga dihargai. Dengan pendekatan ini, kita semua berperan
dalam menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan demokratis, di mana setiap
argumen didasari oleh pemahaman yang mendalam dan aspirasi untuk perubahan
positif.(***)