- Peralihan Pengaturan dan Pengawasan Derivatif Keuangan dengan Aset yang Mendasari Berupa Efek dari Bappebti ke OJK
- Gubernur Al Haris Kukuhkan 278 Siswa Baru Angkatan XXXII SMAN Titian Teras H Abdurrahman Sayoeti
- Gubernur Al Haris: Lomba Cerdas Cermat Sarana Edukasi Pembentukan Karakter Generasi Penerus
- Doa Bersama di Masjid At-Taqwa Warnai Peringatan HUT ke - 80 TNI di Korem 042/Gapu
- Wabup Katamso Hadiri Peringatan PRB di Mojokerto
- Wawako Diza Tekankan Pentingnya Peran Baznas : Memberikan Kontribusi Nyata Bagi Penguatan Kesejahteraan Masyarakat
- Komitmen Turunkan Angka Pengangguran Terbuka, Walikota Jambi Sambangi Ditjen Binalavotas Kemnaker
- Sebanyak 15 Petarung Jambi Siap Berlaga di PON Kudus Jawa Tengah
- 80 Atlit Jambi dari 8 Cabor Siap Persembahan Medali di PON Kudus Jawa Tengah
- Gubernur Al Haris Terima Kunker Panja Migas Komisi XII DPR RI
Program Inklusif Berorientasi Kesehatan Masyarakat

Keterangan Gambar : Muhammad Ridwansyah, Ekonom Universitas Jambi dan Dr Dwinoerjoedianto, SKM, MKes, Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi
Mediajambi.com - Salah satu program unggulan Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Jambi adalah program pembangunan inklusif yang diberi nama
DUMISAKE. Program ini merupakan strategi pengalokasian dana yang berorientasi
pada kelompok rentan, memiliki akses yang setara terhadap program kesehatan
publik. Strategi ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan kesehatan,
memastikan layanan kesehatan tersedia dan terjangkau, serta meningkatkan
kualitas hidup secara keseluruhan.
Khusus untuk Bidang
Kesehatan yang bertajuk “JAMBI SEHAT”, pada tahun 2022, telah direalisir Rp.
55,4 miliar, tahun 2023 meningkat menjadi Rp. 56,4 miliar, sementara pada tahun
berjalan 2024 realisasinya sudah mencapai Rp. 24,9 miliar. Anggaran ini
diimplementasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, melalui program
Integrasi Kepesertaan Jamkesda, dan Subsidi Kepersertaan Penerima Bantuan Iuran
(PBI).
Pertanyaan krusialnya adalah, efektifkah program Dumisake
ini dalam meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat di Provinsi Jambi, terutama
kelompok rentan? Tidak sedikit pihak yang skeptis terhadap program ini, karena
dianggap tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahateraan
masyarakat. Artikel ini mencoba menjelaskan secara objektif kinerja program ini
berdasarkan data yang tersedia. Kami menggunakan tiga indikator, antara lain: wasting, prevalensi
stunting, dan angka kematian ibu.
Wasting.
Wasting adalah kondisi ketika berat badan anak menurun,
sangat kurang, atau bahkan berada di bawah rentang normal. Berdasarkan data
terbaru, angka wasting di Jambi berhasil ditekan dari 10,2 persen pada tahun
2020 menjadi 6,6 persen pada tahun 2023..
Prevalensi stunting.
Prevalensi Stunting adalah jumlah keseluruhan
permasalahan Stunting yang terjadi pada waktu tertentu di sebuah
daerah. Angka prevelansi stunting di Provinsi Jambi turun dari 18 persen pada
tahun 2022 menjadi 13,5 persen pada tahun 2023.
Ini menempatkan Jambi pada peringkat dua nasional setelah Bali. Artinya
pada tahun 2023, dari setiap 100 anak terdapat 13,5 anak yang terindikasi kasus
stunting.
Jika menggunakan Standar WHO yang menyebut, tingkat prevalensi
di atas 20%, dikategorikan kondisi kronis, maka
Jambi tergolong dengan kasus stunting rendah. Pencapaian ini tidak
terlepas dari intervensi gizi yang dilakukan secara serentak oleh Pemprov Jambi
untuk memastikan setiap anak mendapatkan gizi yang cukup, guna mendukung
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Angka Kematian Ibu
(AKI)
Manuaba (1998)
seorang pakar kesehatan masyarakat, meyakini kemampuan penyelenggaraan
Kesehatan suatu bangsa dapat diukur dengan tinggi rendahnya AKI. Pada tahun 2023, upaya penurunan AKI di
Provinsi Jambi menunjukkan kinerja yang positif, turun dari 62 pada tahun 2020
menjadi 50 setiap 100 ribu penduduk. Upaya percepatan penurunan AKI dilakukan
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas, seperti
pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu
dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan pelayanan
keluarga berencana (KB) termasuk KB pasca persalinan.
Kendati menunjukkan kimerja yang positif, diperlukan
perbaikan pada anggaran inklusif di bidang kesehatan ibu dan anak, yakni
memperluas alokasi anggaran untuk memperkuat layanan kesehatan dasar di
daerah-daerah dengan angka kematian tinggi, termasuk peningkatan fasilitas
kesehatan ibu dan anak (KIA), penyediaan tenaga medis yang lebih kompeten,
serta memastikan ketersediaan peralatan medis yang memadai di puskesmas dan
rumah sakit.
Selain itu, program edukasi kepada masyarakat terkait gizi
ibu hamil, imunisasi, serta pentingnya perawatan prenatal dan postnatal perlu
ditingkatkan. Dengan pengawasan yang ketat dan distribusi anggaran yang tepat
sasaran, diharapkan dapat menekan angka kematian bayi secara signifikan.(***)