- Gubernur Al Haris Kukuhkan 278 Siswa Baru Angkatan XXXII SMAN Titian Teras H Abdurrahman Sayoeti
- Gubernur Al Haris: Lomba Cerdas Cermat Sarana Edukasi Pembentukan Karakter Generasi Penerus
- Doa Bersama di Masjid At-Taqwa Warnai Peringatan HUT ke - 80 TNI di Korem 042/Gapu
- Wabup Katamso Hadiri Peringatan PRB di Mojokerto
- Wawako Diza Tekankan Pentingnya Peran Baznas : Memberikan Kontribusi Nyata Bagi Penguatan Kesejahteraan Masyarakat
- Komitmen Turunkan Angka Pengangguran Terbuka, Walikota Jambi Sambangi Ditjen Binalavotas Kemnaker
- Sebanyak 15 Petarung Jambi Siap Berlaga di PON Kudus Jawa Tengah
- 80 Atlit Jambi dari 8 Cabor Siap Persembahan Medali di PON Kudus Jawa Tengah
- Gubernur Al Haris Terima Kunker Panja Migas Komisi XII DPR RI
- Sekda Sudirman: ASN Jambi Siap Berprestasi dan Melayani
Zona Merah Pertamina di Jambi, Pengembang Rumah Subsidi Terpaksa Pindah Lokasi

Keterangan Gambar : Zona Merah Pertamina di Jambi, Pengembang Rumah Subsidi Terpaksa Pindah Lokasi
Mediajambi.com– Persoalan zona merah di Kota Jambi kembali mencuat, setelah tercatat sebanyak 5.500 sertifikat tanah milik warga masuk dalam kawasan zonasi milik Pertamina. Kondisi ini berdampak langsung pada rencana pembangunan perumahan di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Jambi, Mahruzar, mengatakan bahwa penetapan zona merah ini telah lama diatur, terutama untuk wilayah Kenali Asam, Kecamatan Kota Baru. Aturan tersebut mengacu pada ketentuan jarak aman dari fasilitas milik Pertamina.
"Sejak dulu sudah ada aturan bahwa pembangunan perumahan rakyat, khususnya di wilayah Kenali Asam, harus memperhatikan radius 70 meter dari pompa Pertamina. Di area itu, pengembang dilarang membangun permukiman,"kata Mahruzar saat ditemui di kantornya, pada Selasa (12/8/2025).
Menurutnya, pihaknya belum melakukan koordinasi intens dengan Pertamina terkait hal ini. Namun, ia menilai penetapan zona merah tersebut menjadi salah satu faktor yang memperlambat pertumbuhan perumahan di Kenali Asam.
"Dulu Kenali Asam menjadi lokasi favorit para pengembang. Tapi sekarang, karena masuk zona merah, peluang pembangunan perumahan di sana semakin kecil, apalagi untuk rumah bersubsidi," jelasnya.
Mahruzar menambahkan, kebutuhan rumah bersubsidi di Kota Jambi saat ini masih sangat tinggi, mencapai 36 ribu unit. Kondisi ini membuat pihaknya mendorong para pengembang untuk mencari lokasi alternatif.
"Wilayah yang menjadi pilihan pengembang saat ini bergeser ke Eka Jaya dan Bagan Pete,"jelasnya.
Ia berharap para pengembang dapat membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hunian bersubsidi, meskipun harus menyesuaikan dengan aturan zonasi yang berlaku.
Sementara itu, Kepala BPN Kota Jambi, Hary Susetyo, mengatakan lahan tersebut tersebar di tujuh kelurahan, di antaranya Kelurahan Asam, Asam Bawah, dan Kenali Asam Atas. Masalah ini muncul akibat pemekaran wilayah dari Kabupaten Batanghari pada 1988, ditambah belum diserahkannya peta aset Pertamina kepada BPN Kota Jambi.
“Pemerintah daerah, Walikota Jambi, dan DPRD sudah berkoordinasi. Rencananya, mereka akan menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membicarakan kemungkinan hibah lahan tersebut kepada masyarakat,” ujarnya.
Jika usulan hibah ini disetujui, ribuan warga akan mendapatkan kepastian hukum atas lahan yang selama ini mereka tempati, tanpa harus khawatir kehilangan tanah karena statusnya sebagai aset negara.
Sebelumnya, Sebanyak 5.500 rumah warga di Kota Jambi masuk kawasan zona merah yang telah ditetapkan oleh Pertamina tersebut.
Diketahui, saat ini pemerintah Kota Jambi tengah berupaya mencari solusi atas persoalan penetapan kawasan zona merah.
Dalam hal ini penetapan tersebut berdampak langsung terhadap ribuan warga yang tinggal di kawasan tersebut, terutama karena aktivitas jual beli dan pengalihan hak atas tanah kini dibekukan.
Walikota Jambi, Maulana mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membahas permasalahan tersebut. Ia juga mengungkapkan rencana Pemkot Jambi untuk membawa persoalan ini ke Kantor Staf Presiden (KSP) guna dimediasi lintas kementerian.
"Kami sudah berkonsultasi dan insyaallah akan segera bertemu dengan pihak KSP untuk melakukan mediasi. Karena persoalan ini melibatkan banyak kementerian," kata Maulana.(*)