- Sukses Panen Jagung dan Tomat, Petani Binaan Pertamina EP Jambi Field Siap Garap Lahan yang Lebih Luas
- Walikota Maulana Terharu: Usulan Lahan Sekolah Rakyat Diterima Mensos, Legalitas Dinyatakan Clean and Clear
- Polda Jambi Siap Razia Kendaraan Mati Pajak, Dimulai 21 April 2025
- Pemkot Jambi Buka Seleksi Terbuka Calon Pimpinan BAZNAS 2025–2030, Kadis Kominfo: Kami Ajak Tokoh Islam Profesional Berkontribusi
- Pemkot Jambi Salurkan Bantuan Rp91 Juta untuk Korban Bencana dan Kebakaran
- Wawako Diza: Pemkot Jambi Gencarkan Tes Urine dan Sweeping Judi Online di Kalangan ASN
- Walikota Jambi Hadiri Peluncuran SP2D Online, Langkah Baru Menuju Keuangan Daerah Bebas Korupsi
- Walikota Maulana Meluncurkan Kebijakan Percepatan Layanan BPHTB
- Gelontorkan Dana Rp4,1 Miliar dari BTT, Pemkot Jambi Bangun Jembatan Baru di Jalan Sari Bakti
- Maulana dan Diza Resmi Sandang Gelar Pemangku Adat dan Sri Purwaningsih Dianugerahi Gelar Datin : Tanda Cinta Masyarakat Kota Jambi
Penangkapan Ikan Terukur Gelar Karpet Merah KIA

Keterangan Gambar : Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
Mediajambi.com - Data sejak 2015 hingga November 2023 ini,
KIA yang beredar di perairan Indonesia ada 2.843 Kapal yang melakukan praktik
penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. Kapal ikan asing (KIA) yang
paling banyak ditangkap berasal dari Vietnam. Dari angka tersebut, 81%
melanggar batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
KIA telah menjarah sumber daya laut Indonesia. Alhasil, PDRB
dan PNBP perikanan menurun 80,22% tahun 2023 ini. KIA tersebut, mayoritas dari
Malaysia, Filipina, Thailand, Tiongkok, Timor Leste, Panama dan Vietnam. Selain
itu, kapal ikan Indonesia (KII) yang juga melakukan praktik penangkapan ikan
ilegal mencapai 60%.
Mengapa KIA begitu banyak tersebar di Indonesia? sala satu
penyebabnya proses penanganan kasus pelanggaran tidak ditangani secara
profesional dan tegas oleh PPNS Perikanan. Sering bermain mata dengan pemilik
KIA. Hal ini pun, direspon dalam bentuk kebijakan yang disebut Penangkapan Ikan
Terukur (PIT) sebagai pola menggerus sebaran KIA di Indonesia.
Padahal kalau dianalisis secara mendalam, kebijakan PIT itu
justru menggelar karpet merah untuk KIA. Karena PIT bentuknya investasi bukan
swadaya atau swakarsa para nelayan maupun usaha rakyat (UMKM) berbasis
koperasi. PIT Murni investasi asing sehingga membuka peluang mobilisasi KIA ke
Indonesia.
Alur kerjanya dapat dipahami bahwa PMA investasi melalui
kerjasama dengan perusahaan dalam negeri (BUMN atau swasta). Kerjasama dalam
bentuk penangkapan ikan, terima dan pengiriman (ekspor) ke negara tujuan.
Selama ini juga, KKP tidak mau merilis atau membuka ke
publik, perusahaan mana saja yang mendapat izin kuota tangkap ikan. Maka
berpotensi terjadi konflik yang meluas antara nelayan tradisional dengan KIA.
Mestinya, KKP dapat umumkan investasi dari negara mana saja, perusahaan swasta
mana saja yang mendapat dana atas kebijakan PIT itu. Karena KKP sendiri paling
mengetahui mulai dari awal hingga pelaksanaan kebijakan PIT.
Hal itu, supaya kedepan lebih mudah lakukan pengawasan
pemanfaatan laut. Jangan hanya mau dikibuli asing Aseng dengan kebijakan
Penangkapan Ikan Terukur (PIT). KKP juga, harus menjelaskan mekanisme
pengawasan mulai dari kapal sebelum berangkat (before fishing), pada saat di
laut (while fishing) dan setelah ikan hasil tangkapan didaratkan (post
landing).[***]