- Hutama Karya Catat 2,2 Juta Kendaraan Melintas di Jalan Tol Trans Sumatera, Selama Libur Nataru 2024/2025
- Hutama Karya Catat 2,2 Juta Kendaraan Melintas di Jalan Tol Trans Sumatera, Selama Libur Nataru 2024/2025
- Sri Purwaningsih Bawa Kota Jambi Terus Melesat, Raih 120 Penghargaan Bergengsi Sepanjang 2024
- Liburan Natal dan Tahun Baru 2025,Trafik Data XL Axiata Naik 19%
- Tim SAR Cari 1 ABK Pompong yang Terbalik dihantam Ombak di Perairan Tengah Pangkal Duri Kabupaten Tanjabar
- Sat Binmas Bersama Personil Sat Reskrim Polresta Jambi Gelar TPPA dan TPPO di Kantor Lurah Tambaksari
- IPC TPK dan PTP Non Petikemas Cabang Jambi Apresiasi Pelanggan Melalui Pelepasan Kapal Terakhir 2024 dan Penyambutan Kapal Pertama 2025
- Tim Gabungan Polres dan Kodim Bungo Tertibkan PETI Gunakan Alat Berat
- Gubernur Al Haris: Stadion Swarnabhumi Jadi Pusat Pengembangan Sepak Bola Jambi
- Kapolda Jambi Rusdi Hartono Pimpin Upacara Peringati Hari Jadi Provinsi Jambi ke-68
Penyesuaian Batasan Manfaat Ekonomi Serta Penguatan Pengaturan Pinjaman Daring Dan Skema Buy Now Pay Later Bagi Perusahaan Pembiayaan
Keterangan Gambar : Penyesuaian Batasan Manfaat Ekonomi Serta Penguatan Pengaturan Pinjaman Daring Dan Skema Buy Now Pay Later Bagi Perusahaan Pembiayaan
Mediajambi.com - Otoritas Jasa Keuangan terus mendorong
pertumbuhan industri jasa keuangan serta pelindungan konsumen dan masyarakat
melalui penguatan pengaturan khususnya terkait Layanan Pendanaan Bersama
Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Pinjaman Daring (Pindar) dan Buy Now
Pay Later (BNPL) bagi Perusahaan Pembiayaan.
Ketentuan Batasan
Manfaat Ekonomi LPBBTI
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.05/2023
tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi
(SEOJK 19/2023) mengatur antara lain bahwa penetapan batas maksimum manfaat
ekonomi dapat dilakukan evaluasi secara berkala sesuai kebijakan yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mempertimbangkan antara lain
kondisi perekonomian dan perkembangan industri LPBBTI.
Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian yang masih
membutuhkan pertumbuhan penyaluran pembiayaan termasuk dari sektor LPBBTI dan
kondisi industri LPBBTl yang masih memerlukan dukungan kuat pendanaan dari
Pemberi Dana (Lender), serta untuk meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat
yang tidak terlayani oleh industri non-LPBBTI, tersedianya pendanaan yang
berkelanjutan untuk pembiayaan sektor produktif dan UMKM sesuai Roadmap
Pengembangan dan Penguatan LPBBTl 2023-2028, dan untuk mendorong peningkatan
kinerja keuangan dan efisiensi Penyelenggara LPBBTl, maka terhitung sejak 1
Januari 2025 penetapan batas maksimum manfaat ekonomi LPBBTl per hari
disesuaikan menjadi sebagai berikut:
Penguatan Pengaturan
mengenai LPBBTI
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendanaan, menciptakan
ekosistem industri yang tumbuh sehat, efisien dan berkelanjutan, pelindungan
konsumen/masyarakat, serta meminimalisir potensi risiko hukum dan reputasi bagi
pelaku industri LPBBTI, maka dipandang perlu untuk melakukan penguatan
pengaturan mengenai LPBBTI yang mencakup:
a.
Batas usia minimum Pemberi Dana (Lender)
dan Penerima Dana (Borrower) adalah 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah, dan penghasilan minimum Penerima Dana LPBBTI adalah Rp3.000.000,00
(tiga juta rupiah) per bulan. Kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriteria
Pemberi Dana dan Penerima Dana dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi
Pemberi Dana dan Penerima Dana baru, dan/atau perpanjangan, paling lambat
tanggal 1 Januari 2027;
b.
Pemberi Dana akan dibedakan menjadi
Pemberi Dana Profesional dan Pemberi Dana Non Profesional.
1) Pemberi Dana Profesional terdiri atas:
a) Lembaga
jasa keuangan;
b) Perusahaan
berbadan hukum Indonesia/asing;
c) Orang
perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan di atas
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per tahun, dengan maksimum penempatan
dana sebesar 20% (dua puluh persen) dari total penghasilan per tahun pada 1
(satu) Penyelenggara LPBBTI;
d) Orang
perseorangan luar negeri (non residen);
e) Pemerintah
pusat, pemerintah daerah, atau pemerintah asing; dan/atau
f) Organisasi
multilateral.
2) Pemberi Dana Non Profesional adalah selain
angka 1) di atas, dan orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki
penghasilan sama dengan atau di bawah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
per tahun, dengan maksimum penempatan dana sebesar 10% (sepuluh persen) dari
total penghasilan per tahun pada 1 (satu) Penyelenggara LPBBTI.
c. Porsi nominal outstanding pendanaan oleh
Pemberi Dana Non Profesional sebagaimana huruf b angka 2) dibandingkan total
nominal outstanding pendanaan maksimum 20% (dua puluh persen), yang berlaku
paling lambat tanggal 1 Januari 2028.
d. Terhadap penguatan pengaturan mengenai LPBBTI
tersebut di atas, Penyelenggara LPBBTI diminta melakukan langkah-langkah
persiapan dan upaya mitigasi risikonya agar tidak berdampak negatif terhadap
kinerja Penyelenggara LPBBTI.
Penguatan Pengaturan
mengenai Skema Buy Now Pay Later bagi Perusahaan Pembiayaan
Selain itu, OJK saat ini sedang mempersiapkan pengaturan
terkait dengan skema Buy Now Pay Later bagi Perusahaan Pembiayaan (PP BNPL).
Hal ini antara lain dalam rangka menguatkan pelindungan konsumen dan masyarakat
dan mengantisipasi potensi terjadinya jebakan hutang (debt trap) bagi pengguna
PP BNPL yang tidak memiliki literasi keuangan yang cukup memadai dalam menggunakan
produk dan layanan keuangan, serta sekaligus guna pengembangan dan penguatan
industri Perusahaan Pembiayaan.
Pokok-pokok pengaturan ini mencakup, antara lain pembiayaan
PP BNPL hanya diberikan kepada nasabah/debitur dengan usia minimal 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah dan memiliki pendapatan minimal sebesar
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) per bulan. Kewajiban pemenuhan atas
persyaratan/kriteria nasabah/debitur dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi
nasabah/debitur baru, dan/atau perpanjangan pembiayaan PP BNPL, paling lambat
tanggal 1 Januari 2027.
Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan yang menyelenggarakan
kegiatan BNPL harus menyampaikan notifikasi kepada nasabah/debitur mengenai
perlunya kehati-hatian dalam penggunaan BNPL, termasuk pencatatan transaksi
debitur di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
OJK dapat melakukan peninjauan kembali terhadap pengaturan
tersebut di atas dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian,
stabilitas sistem keuangan, dan perkembangan industri PP BNPL.(***)