Wenny Ira Reverawati Sukses Memberdayakan Perempuan Desa Mendaur Ulang Sampah

By MS LEMPOW 15 Agu 2023, 17:01:16 WIB RAGAM
Wenny Ira Reverawati Sukses Memberdayakan Perempuan Desa Mendaur Ulang Sampah

Keterangan Gambar : Wenny Ira Reverawati Sukses Memberdayakan Perempuan Desa Mendaur Ulang Sampah/f-dok mj


Mediajambi.com - Tak hanya berhasil dalam bidang akedemik, lewat tangan dinginnya perempuan satu ini juga sukses memberdayakan perempuan desa medaur ulang sampah. Kerja keras tanpa pamrih menghantarkan Wenny Ira Reverawati, dianugerahi Pengahargaan Indonesia Satu dari Astra Indonesia pada 2017 lalu.

Penggagas Sekolah Bank Sampah Perempuan (SBSP) di Desa Penyengat Olak, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi  ini melakukan pendampingan masyarakat selama tiga tahun  di desa itu. Tenaga pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi juga menerima penghargaan aspirasi perempuan tingkat Provinsi Jambi tahun 2021.

    Al hasil sampah yang dulu menumpuk di bawah rumah panggung kini dimanfaatkan sebagai sumber perekonomian keluarga yang masih tetap aktif hingga saat ini. “Sampah yang di daur ulang menjadi berbagai produk yang memiliki nilai tambah, seperti botol mineral, koran bekas, celana jeans bekas, bungkus mie instan, plastik bungkus kopi dan kain perca ,” ujarnya perempuan kelahiran desa Pematang Kancil, Kabupaten Merangin ini.

    Alumni Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) Yogyakarta yang kemudian melanjutkan program magister di Ilmu Hukum Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM), mengaku tertarik mendirikan sekolah bank sampah, karena melihat sampah menumpuk dibawah rumah panggung, yang terbawa arus air usai banjir. Karena kawasan ini berdampingan langsung dengan sungai Batanghari yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera.

    Dia menceritakan awal berdirinya sekolah bank sampah pada 2015, mendapat mandat sebagai tim Community Development dari Kampus tempat dia bekerja, turun ke Desa Penyengat Olak, Kabupaten Muaro Jambi. Selama tiga tahun, ia dan tim terlibat langsung mendampingi perempuan dalam pembangunan desa. “Awalnya kita menawarkan dua program salah satunya sekolah bank sampah. Masyarakat tertarik dengan daur ulang sampah, maka kita lakukan pendampingan terhadap mereka,” ungkapnya.

    Direktur tim Community Development bertugas menjalankan proyek Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPM). Tugas ini mengharuskannya terjun langsung ke masyarakat dan menyusun program dengan bentuk penerapan ilmu pengetahuan sebagai solusi terhadap permasalahan yang terjadi.

    Dikatakan kaum perempuan di Desa Penyengat Olak memiliki kesadaran tinggi akan isu lingkungan, terutama kebersihan Sungai Batanghari. Mereka dengan sukarela berkumpul untuk membentuk sebuah organisasi bernama Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak yang bekerja sama dengan Sekolah Bank Sampah Al-Kautsar Kota Jambi pada akhir Januari 2016.

    Membentuk Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak adalah perjalanan panjang. Hampir dua tahun Wenny memperjuangkannya demi kemajuan kaum perempuan desa ini. Diawali dari observasi pada awal 2015 hingga akhirnya lahir legalitas resmi pada November 2016.   “Setelah 2018,  saya sudah melepaskan mereka, karena mereka harus mandiri. Tapi sampai sekarang pun sekolahnya masih aktif, bahkan dilanjutkan oleh kampus lain,” ujar wanita yang juga menjadi pendampingan korban kekerasan perempuan.

    Menurutnya Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak adalah wadah belajar yang tujuannya adalah memberi pembekalan keterampilan kepada peserta. Pembelajaran Setiap Senin, mendampingi para perempuan ini belajar menyulap sampah menjadi karya.

    Perempuan yang pernah menjadi Pendampingan Festival Kampung Senaung ini  menyadari pembelajaran adalah proses panjang, peserta tidak mungkin menjadi mahir hanya dalam sekali pertemuan. Melihat antusiasme para perempuan ini untuk belajar, ia juga kian semangat menghadirkan pengajar-pengajar kompeten sebagai pemateri.

    “Mereka semangat, ada yang bawa koran, botol plastik dan macam-macam untuk jadi bahan belajar,” ujar Wenny mengenang proses belajar di Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak yang kini hanya sebagai tempat konsultasi karena proses pendampingan hanya dilakukan selama tiga tahun.

    Seiring berjalannya waktu, kegiatan positif Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak menarik perhatian banyak pihak. Pemerintah desa menganggarkan keperluan mereka ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Begitu pula dengan pemerintah Kabupaten dan Provinsi yang memberikan ruang untuk memperkenalkan produk hasil tangan para perempuan di kegiatan pameran.  “Awalnya kami sungkan saat ada tawaran ikut expo karena produk masih belum rapi, tapi dari pihak penyelenggara justru mendorong terus”, ujar perempuan berkacamata ini.

    Berkat kerja keras, tekad dan kegigihan Wenny beserta perempuan-perempuan di  Desa Penyengat Olak, botol plastik, kertas koran dan kain perca tidak lagi berakhir mengapung di sungai. Mereka menyulapnya menjadi kotak pensil, dompet, vas bunga dan produk-produk lain yang bernilai jual. Sedikit demi sedikit, para perempuan di desa ini mendulang rupiah dari tangannya sendiri. “Mereka membuktikan bahwa perempuan juga bisa berkarya, membantu perekonomian keluarga, membangun desa, sekaligus berpartisipasi dalam gerakan pelestarian lingkungan,” tegasnya.

    Wenny kini memang sudah tidak lagi terlibat secara langsung di Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak. Sesuai aturan dalam program pengabdian masyarakat, pendampingan berlangsung selama tiga tahun. Namun semangat yang ia tanamkan pada perempuan-perempuan desa akan tetap mengalir. Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti, akan lahir Wenny baru dari anak-anak perempuan desa Penyengat Olak.


    Bantu Ekonomi Keluarga

    Sejak berdirinya Sekolah Bank Sampah Perempuan (SBSP) di RT 15, Desa Penyengat Olak, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, ibu-ibu rumah tangga memiliki penghasilan tambahan yang berasal dari sampah. Hingga saat ini ada 20 anggota aktif, mendaur ulang sampah berupa botol mineral, koran bekas, celana jeans bekas, bungkus mie instan, plastik bungkus kopi dan kain perca, menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah.

    “ Masalahnya kalau sampah rumah tangga itu kan ibu-ibu yang lebih tahu, jadi kami diajarkan cara memilah sampah hingga menjadikan sesuatu yang memiliki nilai. Sampah-sampah untuk bahan baku produk ini biasanya ibu-ibu yang bawa sendiri, ada juga warga yang menyumbang sampah ke sini,” ujar  Yusnaini (47), salah satu anggota sekolah bank sampah.

    Belajar di Sekolah Bank Sampah Perempuan tidak dipungut biaya, mereka hanya diminta untuk membawa atau mendonasikan sampah yang akan digunakan dalam pembelajaran daur ulang.

    Produk yang dihasilkan kerajinan berbahan sampah, seperti tas, wadah makanan, dompet, tempat tisu, nampan, alas gelas, hingga hiasan dinding. “Produk yang dihasilkan itu pun telah dijual dengan harga yang beragam mulai dari yang termurah Rp15.000 hingga termahal Rp200.000 per item, tergantung dari ukuran dan kesulitan produk yang dihasilkan itu,” katanya. 

    Dia mengaku bisa mendapatkan keuntungan dua ratus ribu rupiah setiap dua bulan. “Lumayan ada hasil tambahan sedikit, bisa buat uang jajan anak,” kata Yusnaini yang sudah aktif sejak awal.

    Kegiatan di Sekolah Bank Sampah Perempuan dapat mengisi waktu luangnya sesudah melakukan kegiatan di sawah.  “Dulu pas belum ada sekolah bank sampah ini, saya biasanya pas pulang dari sawah dan sebagai ibu rumah tangga hanya beres-beres. Tapi, sekarang setelah tugas rumah selesai kemudian dilanjutkan berkreasi dari bahan sampah,” ujarnya.

    Anggota lainnya, Zubaidah (45)  mengatakan bahwa bergabung dengan Sekolah Bank Sampah Perempuan membuatnya memahami dampak sampah bagi lingkungan di sekitarnya. “Kita harus lebih peduli terhadap sampah, kalau bisa sampah ini kita manfaatkan dan  jangan sampai sampah menjadi sumber masalah,” kata Zubaidah.(maas)

     




    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    Semua Komentar

    Tinggalkan Komentar :