Ketahanan Data dan Informasi: Perang Jejaring Siber dan Hecker di Indonesia

By MS LEMPOW 30 Okt 2025, 21:17:20 WIB JAMBI MANTAP
Ketahanan Data dan Informasi: Perang Jejaring Siber dan Hecker di Indonesia

Keterangan Gambar : Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd. (Guru Besar UIN STS Jambi)


Paradigma Jejaring Siber di Indonesia

Transformasi digital nasional menjadikan ruang siber sebagai arena baru bagi kekuatan, ekonomi, dan keamanan negara. Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN, 2023), keamanan siber merupakan unsur vital ketahanan nasional karena data dan informasi telah menjadi aset strategis seperti sumber daya alam. Indonesia kini menghadapi era perang jejaring, bukan lagi perang fisik, melainkan perang data dan algoritma.

Kesiapan organisasi Indonesia terhadap ancaman siber masih tergolong rendah. Cisco Cybersecurity Readiness Index (2025) menunjukkan hanya sekitar 10–12% organisasi di Indonesia yang mencapai tingkat “mature” (matang) dalam keamanan siber, sementara 47% masih berada di tahap awal (nascent). Survei Katadata Databoks (2024) menegaskan 62,6% masyarakat Indonesia tidak yakin terhadap keamanan data pemerintah. Fakta ini menunjukkan lemahnya kepercayaan publik terhadap kemampuan negara menjaga kedaulatan data dan informasi nasional.

     

    Mengapa Ada Hecker: Sejarah dan Karakter

    Fenomena hacker (atau hecker) bermula sejak 1970-an ketika individu mulai mengeksplorasi sistem komputer di dunia Barat (Hafiz, 2025). Dari sekadar eksplorasi, hacker berkembang menjadi kelompok dengan ideologi dan motif beragam: ekonomi, politik, bahkan aktivisme. Jenis-jenisnya meliputi white hat, black hat, dan grey hat.

    White hat berperan etis untuk memperkuat sistem, sementara black hat berorientasi pada pencurian, sabotase, dan peretasan ilegal. Dalam konteks global, kelompok seperti Anonymous dan LockBit menjadi contoh kekuatan hecker lintas negara. SOCRadar (2025) melaporkan bahwa 28,8% serangan ransomware di Asia Tenggara, secara khusus menargetkan Indonesia, termasuk entitas pemerintah dan layanan publik.

    Di Indonesia, sejarah serangan mencakup kebocoran data BPJS Kesehatan (2021), gangguan data Kominfo (2023), dan ransomware terhadap Pusat Data Nasional (Juni 2024) yang melumpuhkan lebih dari 40 lembaga negara (Reuters, 2024). Ini membuktikan bahwa cyber war telah menjadi kenyataan dalam ekosistem digital nasional.

    Target Siber Hecker, Cara Kerja, dan Aliran

    Target utama para hecker di Indonesia adalah lembaga pemerintah, sektor keuangan, pendidikan, dan infrastruktur publik. Group-IB (2024) mencatat peningkatan signifikan serangan phishing dan ransomware-as-a-service (RaaS) terhadap domain .go.id. Hecker bekerja melalui eksploitasi vulnerability, social engineering, dan malware injection pada sistem yang lemah.

    Menurut data BSSN (2025), hingga Agustus 2025 terdeteksi lebih dari 3,6 miliar aktivitas anomali trafik siber di Indonesia, hal ini meningkat lebih dari 2.900% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dirata-ratakan, jumlah tersebut setara dengan ±450 juta anomali per bulan. Angka ini jauh melampaui data Infobanknews (2024) yang mencatat 122,79 juta anomali sepanjang Januari–Agustus 2024, atau sekitar 15 juta per bulan. Artinya, intensitas serangan di ruang siber nasional melonjak hampir 30 kali lipat hanya dalam waktu satu tahun.

    Anomali trafik tersebut mencakup upaya brute force attack, data scraping, ransomware injection, dan botnet operation terhadap sistem pemerintah dan swasta. Sebagian besar aktivitas berasal dari luar negeri, terutama dari jaringan dark web lintas negara (GovInsider, 2025).

    Dalam peta ideologis, hecker terbagi atas tiga aliran besar: (1) aliran komersial (financial-driven), (2) ideologis (hacktivist), dan (3) strategis (state-sponsored). Ketiganya beroperasi melalui jejaring global dengan algoritma serangan yang terus berevolusi.

    Strategi Perlindungan Data dan Informasi di Indonesia: Regulasi dan Kebijakan

    Pemerintah telah menyiapkan kerangka hukum dan kebijakan strategis:

    1. Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mulai efektif pada Oktober 2024.

    2. Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional.

    3. Rancangan Undang-Undang Ketahanan dan Keamanan Siber (RUU KKS) 2025, yang menekankan integrasi sistem keamanan digital antarinstansi (Aliansi Journal, 2025).

    4. Pembentukan Computer Security Incident Response Team (CSIRT) di instansi pemerintah dan BUMN.

    Namun, GovInsider (2025) menilai bahwa koordinasi antar lembaga masih lemah. BSSN menekankan bahwa collaborative defense dan shared threat intelligence antarinstansi menjadi kunci ketahanan nasional. Diperlukan pendekatan zero-trust architecture, peningkatan literasi siber ASN, serta cyber hygiene berbasis pelatihan reguler untuk menekan risiko serangan.

     

    Kesimpulan

    Perang jejaring siber kini menjadi wajah baru konflik global. Dengan kesiapan organisasi yang baru 10–12% matang dan deteksi lebih dari 3,6 miliar anomali trafik pada 2025, Indonesia berada di fase kritis dalam menjaga kedaulatan digitalnya. Serangan siber bukan lagi ancaman potensial, tetapi ancaman aktual terhadap pemerintahan, ekonomi, dan kepercayaan publik.

    Diperlukan sinergi antara regulasi, teknologi, dan kesadaran masyarakat. Ketahanan siber nasional tidak bisa dibangun oleh satu lembaga, melainkan melalui kolaborasi lintas sektor. Dalam konteks ini, keamanan data bukan hanya urusan teknis, tetapi pertaruhan martabat bangsa di tengah perang algoritma global.

    Referensi:

    Aliansi Journal. (2025). Legal Protection Against Cybercrime from Ransomware Attacks and Evaluation of the 2025 Cyber Security and Resilience Bill. Appihi Journal.

    Annan. (2024). Implementation and Challenges of the Personal Data Protection Law in Indonesia (UU No.27/2022). Journal of Information Security & Technology (JIST).

    Badan Siber dan Sandi Negara. (2023). Strategi Keamanan Siber Nasional. Jakarta: BSSN.

    Cisco Systems. (2025). Cybersecurity Readiness Index 2025 (Indonesia Overview). Cisco Press.

    Fortune Indonesia. (2024, July). BSSN Ada 102 Juta Anomali Trafik Serangan Siber hingga Juli 2024. Fortune IDN.

    GovInsider. (2025, August). Collaboration is the Key to Indonesia’s Cyber Resilience – BSSN.

    Group-IB. (2024). APAC Intelligence Insights: November 2024. Group-IB Research Hub.

    Hafiz, L. (2025). Impact of Ransomware-as-a-Service (RaaS) in Indonesia. International Journal of Security and Cyber Studies.

    Infobanknews. (2024). Ngeri, Ada 122,79 Juta Serangan Siber ke RI Sektor Ini Target Utamanya.

    Katadata Databoks. (2024). Most Indonesians Are Uncertain About the Level of Cybersecurity in Indonesia.

    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional.

    Rinjani, M. A. (2025). Hambatan Implementasi UU 27/2022 dan Strategi Penguatan. Jurnal Administrasi & Hukum UNDiknas.

    SOCRadar. (2025). Indonesia Threat Landscape Report 2025. SOCRadar Labs.

    Suseno, S. (2025). Cybercrime in the New Criminal Code in Indonesia. Cogent Social Sciences.

    Wulandari, R.,

    Priyanto, P., & Hendra,

    A. (2025). Indonesia’s Cyber Security Strategy in the Face of Evolving Modern Warfare Threats. Formosa Journal of Applied Sciences.




    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    Semua Komentar

    Tinggalkan Komentar :