Coretax: Metamorfosis Digital Perpajakan Indonesia

By MS LEMPOW 30 Des 2025, 18:40:04 WIB Ekonomi
Coretax: Metamorfosis Digital Perpajakan Indonesia

Keterangan Gambar : Farid Chamndan Penyuluh Pajak


Mediajambi.com - Sebuah Pertaruhan Besar di Awal Tahun Tanggal 1 Januari 2025 menandai sebuah milestone bersejarah—dan mungkin paling berisiko—dalam sejarah administrasi publik Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara resmi menekan tombol "mulai" untuk Core Tax Administration System (Coretax), sebuah sistem inti administrasi perpajakan yang dirancang untuk menggantikan infrastruktur warisan (legacy system) yang telah beroperasi selama beberapa dekade. Langkah ini bukan sekadar pembaruan perangkat lunak atau digitalisasi formulir kertas; ini adalah operasi transplantasi jantung bagi tubuh fiskal negara.

Dalam lanskap ekonomi makro, Indonesia telah lama bergulat dengan rasio pajak (tax ratio) yang stagnan, sebuah anomali bagi negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Coretax hadir sebagai jawaban teknokratis atas masalah struktural tersebut. Dengan mengintegrasikan 21 proses bisnis utama—mulai dari pendaftaran, pelayanan, pengawasan, hingga penegakan hukum—ke dalam satu platform terpadu, negara berupaya menutup celah kepatuhan (compliance gap) yang selama ini melebar akibat fragmentasi data dan keterbatasan pengawasan manual.

Perubahan paling fundamental yang dibawa oleh Coretax adalah pergeseran paradigma interaksi antara wajib pajak dan otoritas. Sistem lama  dibangun di atas logika formulir kertas yang didigitalkan. Wajib pajak harus mengetahui formulir mana yang harus diambil, kode mana yang harus diinput, dan sering kali harus memasukkan data yang sama berulang kali di berbagai aplikasi terpisah (e-Filing, e-Billing, e-Faktur). Coretax meruntuhkan silo-silo ini dengan pendekatan berbasis proses bisnis dan data terpusat.

    Pondasi utama dari sistem ini adalah penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) format 16 digit. Integrasi ini bukan sekadar penyederhanaan administratif; ini adalah langkah strategis untuk menyatukan data kependudukan dengan data ekonomi. Melalui Coretax, sistem secara otomatis memvalidasi identitas wajib pajak dengan basis data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Bagi badan usaha, integrasi meluas ke sistem Online Single Submission (OSS) dan Administrasi Hukum Umum (AHU), memungkinkan validasi legalitas usaha secara real-time.

    Implikasi dari integrasi ini sangat mendalam. Di masa lalu, seorang individu bisa memiliki profil ekonomi yang berbeda di mata bank, kantor pajak, dan dinas kependudukan. Dengan Coretax, single source of truth mulai terbentuk. Setiap aktivitas ekonomi yang tercatat di sistem perbankan atau legal kini memiliki jalur langsung untuk dicocokkan dengan profil perpajakan, secara drastis mempersempit ruang bagi shadow economy atau ekonomi bayangan.

    Transformasi Pengalaman Pengguna

    Coretax meninggalkan pendekatan penyajian formulir kosong dan mengadopsi mekanisme wizard atau panduan interaktif. Saat wajib pajak masuk untuk melaporkan SPT Tahunan, mereka tidak lagi disuguhi deretan lampiran yang membingungkan. Sistem akan mengajukan serangkaian pertanyaan "Ya/Tidak" yang relevan dengan kondisi ekonomi wajib pajak.

    Sebagai ilustrasi, jika seorang wajib pajak menjawab "Tidak" pada pertanyaan mengenai kepemilikan aset luar negeri, maka seluruh formulir dan lampiran terkait kredit pajak luar negeri akan disembunyikan secara otomatis. Sebaliknya, jika wajib pajak mengakui memiliki penghasilan sewa, sistem akan memunculkan lampiran PPh Final yang relevan, bahkan mungkin sudah terisi angka-angkanya berkat fitur prepopulated. Pendekatan ini secara signifikan menurunkan beban kognitif (cognitive load) bagi wajib pajak, mengurangi risiko kesalahan administratif (human error) yang sering kali berujung pada sanksi formal yang tidak perlu.

    Di luar antarmuka yang lebih modern, Coretax memperkenalkan instrumen-instrumen keuangan baru yang mengubah cara wajib pajak mengelola likuiditas dan kewajiban mereka. Fitur-fitur ini dirancang untuk memitigasi sanksi administrasi dan mempermudah rekonsiliasi.

    Salah satu inovasi paling signifikan dalam Coretax adalah fitur Deposit Pajak. Dalam rezim lama, pembayaran pajak bersifat transaksional kaku; wajib pajak harus membuat ID Billing spesifik untuk jenis pajak tertentu dan membayar persis sejumlah itu. Kesalahan dalam pembuatan kode billing memaksa wajib pajak menempuh prosedur Pemindahbukuan (Pbk) yang memakan waktu dan birokratis.

    Deposit Pajak mengubah mekanisme ini menjadi mirip dengan dompet digital (e-wallet). Wajib pajak dapat menyetorkan dana kapan saja ke dalam akun deposit mereka menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) 411618 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 100 tanpa perlu menunjuk kewajiban spesifik saat penyetoran.(Handan)





    Write a Facebook Comment

    Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

    Semua Komentar

    Tinggalkan Komentar :