Catatan Akhir Tahun Warsi : Hutan Jambi Membaik, Namun Terbelit Persoalan PSDA

By MS LEMPOW 17 Des 2021, 10:35:09 WIB RAGAM
Catatan Akhir Tahun Warsi  : Hutan Jambi Membaik, Namun  Terbelit Persoalan PSDA

Keterangan Gambar : Catatan Akhir Tahun Warsi : Hutan Jambi Membaik, Namun Terbelit Persoalan PSDA


Mediajambi.com - Tutupan hutan Jambi tahun 2021 menunjukkan sedikit perbaikan dibanding tahun sebelumnya. Di tahun pandemi ini, berdasarkan analisis citra satelit sentinel 2 yang dilakukan unit GIS Komunitas Konservasi Indonesia memperlihatkan tutupan hutan membaik menjadi 896.662 ha, meningkat 14.391 ha dibanding tahun 2020. 

“Perbaikan hutan ini, membawa kabar baik untuk pemulihan hutan kita, meski tidak banyak tetapi paling tidak lagi berlanjut mengalami penurunan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,” kata Rudi Syaf, Direktur KKI Warsi yang menyampaikan Catatan Akhir Tahun 2021, tinjauan PSDA Jambi. 

Dalam kesempatan ini, Rudi Syaf menjelaskan perbaikan hutan ini umumnya terjadi di pinggir  kawasan konservasi, pesisir timur Jambi dan juga pertumbuhan perhutanan sosial. “Perhutanan sosial merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat, waktu izin diterima tidak semuanya dengan tutupan penuh, ada kawasan yang sudah terdegradasi dan kemudian dengan izin yang diperoleh masyarakat melakukan pengayaan tanaman, sehingga di citra lansat mengidentifikasinya sebagai kawasan dengan tutupan menyerupai hutan, karena bentuknya agroforest,” kata Rudi. 

Baca Lainnya :

Disebutkannya perbaikan hutan ini, juga timbul pada areal konservasi sejumlah perusahaan hutan tanaman. “Kita mengapresiasi perusahaan yang sudah mengalokasikan kawasan konservasi dan menjaganya dengan baik sehingga bisa terlihat pertumbuhan hutan, tentu ini merupakan kewajiban setiap perusahaan untuk berkontribusi pada pemulihan lingkungan,” kata Rudi. 

Pun perbaikan mangrove pantai timur, juga merupakan langkah baik untuk menangkal abrasi dan pengendalian kenaikan muka air laut. Di contohkan Rudi daerah kerja Warsi di Pangkal Babu, Desa Tungkal I Kecamatan Tungkal Ilir. Desa ini dahulunya pernah menjadi ladang tambak udang yang menghilangkan mangrove di pinggir pantainya. Hanya saja kehilangan mangrove ini sudah menyebabkan abrasi melanda Pangkal Babu. Dengan membangun kesadaran bersama penduduk Pangkal Babu sepakat untuk menghentikan tambak dan kembali menanam mangrove di daerah pesisir. Dalam kurun 16 tahun, mangrove yang ditanam sudah menyerupai hutan alam. “Pertumbuhan mangrove ini, menjadi penting untuk melindungi daerah pesisir,” kata Rudi. 

Meski tahun ini Jambi perdana menunjukkan kemampuan menahan laju deforestasi dan degradasi hutan, di sisi lain persoalan Pengelolaan Sumber Daya Alam juga masih belum mampu dihentikan. Tahun ini Warsi mencatat sejumlah kejadian krusial yang berkontribusi pada kerusakan sumber daya alam. Diantaranya penambangan emas illegal, penambangan  minyak illegal, illegal logging dan bencana ekologi, serta konflik  satwa. 

Penambangan emas tanpa izin (PETI) masih terus berjalan, mengikuti alur sungai kecil baik di kawasan areal penggunaan lain maupun masuk ke dalam kawasan hutan. 

Dalam catatan Warsi, kerusakan lahan dan hutan akibat penambangan liar ini mencapai 42 ribu ha. Kawasan yang paling luas mengalami kerusakan akibat penambangan emas ini berada di lahan masyarakat seluas 32 ribu ha, hutan lindung 2,9 ribu ha, hutan produksi 6 ribu, taman nasional 572 ha dan hutan produksi terbatas 154 ha. 

Penambangan emas yang terlihat ini adalah yang berada di permukaan lahan. Selain yang nampak langsung, penambangan emas juga berlangsung dari dalam tanah atau yang dikenal dengan lubang jarum. Data yang di himpun memperlihatkan bahwa penambangan ini telah menyebabkan timbulnya korban jiwa akibat kecelakaan selama penambangan, yang menelan korban 9 jiwa. 

Pemberantasan terhadap penambangan ini tetap dilakukan oleh aparat keamanan yang menangkap 137 orang dan 53 diantaranya menyandang status tersangka. Penanganan ini juga telah diamankan 67 eskavator, 1241 dompeng, 1,5 kg emas.  Di hitung dari jumlah mesin dompeng yang ditangkap, dan berdasarkan perhitungan rata-rata kemampuan mesin dompeng menghasilkan emas, maka penambangan emas ini berpotensi menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 6 T. 

“Patut diduga uang yang beredar dalam penambangan emas ini sangat besar. Sayangnya yang menikmatinya tetaplah para pengusaha yang berada di balik kegiatan ini, sedang pekerjanya atau pemilik lahan masih belum sebanding dengan kerusakan lahan yang ditimbulkan. “Harusnya kesadaran ini terus ditumbuhkan ke masyarakat, penambangan emas pada akhirnya hanya menyisakan lahan yang rusak, dan tidak bisa digunakan lagi,  sedangkan yang menikmati hasil penambangan tetaplah pata pengusahanya,”kata Rudi. 

Persoalan lain, PSDA Jambi adalah penambangan minyak illegal. Dari data yang dihimpun, penambangan minyak ini, berlangsung di Kabupaten Batanghari, Muara Jambi, sedikit di Merangin, Bungo dan Tebo, dengan sumur minyak lebih dari 1.750 lobang. Keberadaan sumur minyak ini, tentulah membahayakan sumber daya alam kita. Pada September lalu, kita diperlihatkan dengan pemandangan yang mengerikan, dimana dalam satu bulan sumur minyak illegal terus menyala pasca mengalami kebakaran hebat. Pemadaman sumur ini melibatkan banyak pihak, termasuk BPBD, kepolisian dan juga korporasi di lahan yang mengalami kebakaran. Dengan menghitung kemampuan persumur menghasilkan minyak, bisa dikalkulasikan potensi kerugian yang mungkin timbul lebih dari Rp   1,4 T/tahunnya. 

KKI Warsi juga mencatat, kegiatan illegal dalam kawasan hutan masih terjadi, perambahan dan pencurian kayu. Pencurian kayu menyasar ke dalam kawasan konservasi dan areal restorasi ekosistem. 

Dari kegiatan-kegiatan illegal dalam hutan dan belum pulihnya kondisi alam kita, juga telah menyebabkan bencana ekologi, konflik lahan dan konflik satwa. Sepanjang tahun 2021, akibat bencana ekologi telah menyebabkan 2 orang meninggal, 6.265 rumah terendam, 635 ha lahan terendam, termasuk di dalamnya areal persawahan dan perladangan. 

“Kami mencatat dalam 2021 telah terjadi 18 konflik satwa yang melibatkan 2 Harimau, 7 Gajah, 3 Beruang, 19 Buaya. Dari konflik ini telah menyebabkan 4 orang meninggal dunia dan satu harimau mati,” kata Rudi. 
Dengan melihat bencana dan konflik yang masih terus berlanjut, bisa kita sebut bahwa lingkungan kita sedang tidak baik-baik saja, butuh lebih banyak kerja keras dan upaya untuk memperbaiki kondisi yang saat ini.

 “Kami menawarkan sejumlah resolusi untuk perbaikan kita ke depan. Menguatkan  nilai-nilai pengelolaan hutan berkelanjutan, mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pemulihan hutan tersisa, pengembangan ekonomi       masyarakat di dalam dan sekitar hutan, penegakkan aturan hukum terhadap pelaku kejahatan kehutanan,” kata Rudi.(***)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment