- Pemkab Tanjab Barat Menggelar Apel Gabungan Perangkat Daerah Dirangkaikan dengan Halal Bihalal Seluruh Pegawai
- Bupati H. Anwar Sadat Menghadiri Rapat Paripurna Ketiga, Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Terhadap LKPJ 2024
- Bupati Tanjung Jabung Barat Memimpin Langsung Rakor Instruksi Presiden RI Terkait Pembentukan Satgas PSN
- Bupati Tanjung Jabung Barat Mengikuti Kegiatan Road To Kajanglako XIII
- Bupati H Anwar Sadat Dilantik sebagai Ketua Majelis Pembimbing Cabang (Kamabicab) Gerakan Pramuka Cabang Tanjung Jabung Barat
- Bupati Tanjung Jabung Barat Menyambut Optimis Peresmian Akatara Gas Processing Facility Milik Jadestone Energy
- Wakil Bupati Tanjung Jabung Barat Menghadiri Musrenbang- RKPD tahun 2026
- Wakil Bupati Tanjung Jabung Barat Pantau Kegiatan Pembersihan Drainase Di Sepanjang Jalan Jenderal Sudirman
- Bupati Tanjung Jabung Barat Membuka Pembinaan Tahap Pertama Qori-Qoriah
- Pemkab Tanjung Jabung Barat Pacu Pembangunan Infrastruktur Jalan Di Kecamatan Seberang Kota
Spin Off Bank Jambi Pasca UU PPSK

Keterangan Gambar : Spin Off Bank Jambi Pasca UU PPSK
Mediajambi.com- Pasca kewajiban Unit Usaha Syariah atau UUS untuk melakukan spin off tidak lagi dicantumkan dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Bank Jambi harus mempertimbangkan beberapa hal untuk spin off unit usaha syariah (UUS). Upaya yang dilakukan Perseroan dalam mematuhi Undang-Undang Perbankan Syariah terkait Unit Usaha Syariah (UUS).
Terkait hal ini berbagai kalangan menilai pemisahan UUS belum memungkinkan jika direalisasikan tahun 2023 ini. Lantaran, Bank Jambi perlu mengikuti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terbaru.
Sebagaimana diketahui, OJK akan mengeluarkan POJK sebagai teknis dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK). UU PPSK memberikan mandat kepada OJK untuk merumuskan aturan terkait syarat terkait spin off. OJK dalam beleid tersebut juga dimungkinkan untuk melakukan pemisahan UUS menjadi bank umum syariah (BUS) dalam rangka konsolidasi.
- Catatan Kemajuan Bank Jambi : Visi Bang El untuk Penguatan UMKM0
- Melihat Potensi Besar Bank Jambi Jadi Bank Devisa0
- Strategi Bank Jambi Membangun Ekosistem Nasabah Milenial0
- Bang El The Best CEO, Pimpin Transformasi Kultur dan Digital Bank Jambi0
- Hybrid Bank, Strategi El Halcon Bawa Bank Jambi ke Era Digital0
Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali kebijakan spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) dari induknya yang berupa bank konvensional untuk melihat apakah spin off itu memang perlu dilakukan dalam waktu yang cepat atau kemudian.
Perumusan kembali kebijakan terkait bank syariah ini merupakan upaya OJK agar bank syariah dapat menjadi alternatif sistem keuangan yang dapat dipilih masyarakat ke depannya, sehingga perkembangan industri bank syariah menjadi lebih cepat.
Pasalnya, saat ini porsi aset bank syariah hanya sekitar 5-6 persen dari total aset seluruh perbankan nasional sehingga OJK menilai industri ini perlu didorong perkembangannya. Prosentase ini dinilai belum mencukupi, perlu upaya-upaya akselerasi untuk bagaimana bank syariah itu bisa berkembang dengan cara baik.
Namun sebenarnya Unit Usaha Syariah (UUS) tidak perlu khawatir melakukan spin off atau melakukan pemisahan dari induknya dan menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Karena, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah Peraturan OJK (POJK).
Sebelumnya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menetapkan bahwa UUS yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional harus melakukan spin-off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan undang-undang. Dengan kata lain, UUS harus terpisah dari induk Bank Umum konvensional (BU) sebelum tahun 2023 berakhir.
Kewajiban ini juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50% dari total nilai bank induknya. Jika kewajiban ini tidak diterapkan, maka pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini, dapat mencabut izin usaha SBU (PBI nomor 11/10 / PBI / 2009 pasal 43 (1)).
Namun, UUS juga dapat dipisahkan dari BU sebelum pemenuhan kedua kondisi ini. Pemisahan UUS dari bank induknya (BU) adalah langkah strategis untuk menangkap peluang pasar atau kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan syariah.
Selain untuk meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap syariah. Mengingat jika UUS yang diubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS) memiliki badan hukum sendiri yang terpisah dari induknya (anak perusahaan). Dengan demikian, transformasi UUS menjadi BUS harus terus dilakukan.
Bank umum harus memulai langkah pemisahan dari Bank Umum konvensional. Salah satu perhatian adalah prinsip kehati-hatian adalah terwujudnya manajemen perbankan yang efisien. Peningkatan efisiensi juga menjadi visi cetak biru perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, “sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien untuk menciptakan sistem keuangan yang stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan statistik perbankan syariah tingkat tarif NPF dan BOPO BUS cenderung lebih tinggi daripada UUS. Biaya operasional UUS lebih rendah daripada BUS. Ini adalah kewajaran, mengingat SBU menerima bantuan operasional dari orang tuanya.
Dengan demikian, proses pemisahan harus dilakukan dengan perhitungan yang hati-hati dan hati-hati untuk menjaga kinerja.
Atas dasar ini, perlu untuk melakukan penelitian yang melacak efisiensi perbankan syariah sebelum dan sesudah spin-off. Apakah pemisahan menyebabkan bank mengalami turbulensi keuangan yang berdampak pada tingkat efisiensi yang rendah?
Lalu bagaimana dengan Bank Jambi Syariah ? Tentu saja Bank Jambi selalu memberi dukungan terhadap ekosistem keuangan syariah atau islamic financial di Provinsi Jambi.
Selama ini Kinerja syariah Bank Jambi menunjukkan tren positif baik termasuk dari sisi pembiayaan. Dalam artian Kinerja syariah Bank Jambi terus tumbuh dengan baik, bahkan melampaui target.
Namun walau bagaimanapun Bank Jambi harus menentukan sikap, sebagai Bank yang mempunyai unit usaha syariah 2023 harus menentukan sikap, mau spin off atau tidak, agar unit syariah terus eksis.
Penilaian kesiapan UUS bisa dilihat melalui indikator total aset, modal inti, dan tingkat kesehatan bank yang dipantau per 2019, 2020, 2021 dan 2022.
Tentu akan memberatkan BUK ketika harus menyetor modal kepada UUS yang di-spin-off pada masa recovery pasca pandemi. Walaupun batas minimal modal BUS sebesar Rp500 milyar, namun untuk bisa bersaing dalam industri perbankan, BUK paling tidak harus menyetorkan modal kepada BUS baru minimal Rp1 triliun.
Kewajiban spin-off memiliki beberapa tantangan, antara lain kebijakan mewajibkan spin-off juga akan menghasilkan banyak BUS dengan aset dan modal yang kecil, sehingga kontraproduktif dengan tren penguatan industri perbankan melalui skema konsolidasi dan peningkatan modal inti menjadi minimum Rp3 triliun pada tahun 2022.
Bank Jambi perlu menyiapkan beberapa hal. Pertama, memiliki modal inti minimal Rp1 Triliun. Jika ingin bersaing lebih baik, maka sebaiknya Bank Umum Syariah (BUS) memiliki modal inti minimal Rp3 Triliun. Hal itu sesuai usulan modal minimal Rp3 triliun pada 2022 oleh OJK.
Kedua, memiliki total aset yang cukup. Indikator total aset yang cukup dikembalikan kepada masing-masing bank, salah satunya bisa menggunakan indikator proporsi aset terhadap bank induk.
Ketiga, memiliki tren tingkat kesehatan bank dengan predikat sangat sehat. Keempat, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis BUS, termasuk kesiapan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
Kelima, memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan induknya sehingga dapat melakukan sinergi (leveraging) dalam berbagai lini, kecuali dalam hal struktur manajemen dan permodalan.
Selain itu UUS Bank Jambi perlu melakukan beberapa persiapan untuk itu. Pertama dari segi SDM yang harus disiapkan. Kedua, dari segi infrastruktur seperti digital banking.
Meski demikian, sekali lagi saya menilai, spin-off Bank sebaiknya diserahkan ke keputusan bisnis masing-masing bank, jangan berdasarkan tenggang waktu, tapi berdasarkan keputusan bisnis. (*)
*) Pengamat Perbankan.